Kamis, 31 Agustus 2017

[Bekerja Bersama #UbahJakarta] Mari Bermimpi untuk Jakarta!



Sudah pernah nonton film Tomorrowland?  Film itu keren sekali menggambarkan suatu kota yang dibangun oleh para pemimpi dari berbagai kalangan seperti insinyur, peneliti, dan lainnya. Penggambaran kotanya bagus mencengangkan, dari mulai pengadaan sumber energi yang ramah lingkungan hingga sistem transportasinya yang gila aduhai. Ada satu adegan keren di mana tokoh utama menaiki kereta MRT/LRT yang sangat canggih tiada tandingan.

Memang film tersebut hanyalah fiksi. Suatu imajinasi saja. Hanya mimpi! Tapi bahkan para tokoh hebat yang mengubah dunia tidak pernah meragukan kekuatan mimpi. 

Walt Disney pernah berkata, “Jika kita bisa memimpikan sesuatu, maka kita bisa meraihnya.” Sedangkan Albert Einstein berkata, “Imajinasi lebih penting daripada pengetahuan.” Ini diperkuat oleh ucapannya sendiri, yang berbunyi:

Tanda kejeniusan sesungguhnya bukanlah pengetahuan, melainkan imajinasi.”

Mengapa begitu? Karena untuk menelaah suatu pengetahuan dibutuhkan eksplorasi alam khayal atau imajinasi dulu. Newton tidak akan pernah menemukan teori gravitasi jika dia tidak pernah mengeksplorasi alam khayalnya ketika melihat apel jatuh.  Al-Khawarizmi tidak akan pernah menemukan teori Aljabar jika tidak berani membuka pintu imajinasi untuk menguji teori. Dan NASA tidak akan pernah terbang ke angkasa jika tidak berani bermimpi terbang ke sana.

Sederhananya, untuk bisa membuat suatu terobosan, kita perlu bermimpi dulu.

kereta MRT. Gambar : https://jakartamrt.co.id/mrt-jakarta/

MIMPI SANG PEMIMPI

Mimpi-mimpi itu pasti menghasilkan cibiran dan ejekan pada awalnya, seakan ia lahir dari pikiran ngelantur manusia-manusia kurang kerjaan saja. Akuilah hal ini terjadi pula ketika kita berbincang tentang sistem transportasi modern dan terintegrasi di Jakarta. Kondisi Metropolitan yang carut marut membuat kemunculan impian semacam itu seperti dagelan klasik yang tak lucu.

Namun lihatlah, wajah Jakarta mulai berubah. Terowongan-terowongan dibangun di sejumlah ruas untuk dijadikan jalan bagi Mass Rapid Transit (MRT) yang  rencananya akan rampung beberapa tahun mendatang.

Selama ini kita mungkin hanya menganggapnya “mitos”. Dan mungkin akan tetap menjadi mitos jika mimpi-mimpi tidak ditindaklanjuti melalui tindakan riil untuk bekerja bersama #UbahJakarta. Tindakan riil pertama terjadi pada 1985, namun denyutnya sangat terasa sejak Perda Prov. DKI Jakarta Nomor 3 Tahun 2008 terbit. Perda ini menandai lahirnya PT Mass Rapid Transit Jakarta (PT MRT Jakarta) selaku BUMD Provinsi Jakarta selaku pihak yang paling bertanggung jawab dalam merealisasikan (salah satu) impian transportasi modern dan terintegrasi di Jakarta, yakni MRT Jakarta.


Ada banyak manfaat bisa diambil jika transportasi modern dan terintegrasi ini terealisasi di Jakarta. Kemacetan yang terurai, itu pasti. Di samping itu juga Jakarta akan sukses menghemat energy yang selama ini terbuang percuma di kemacetan. Produktivitas kerja pun akan meningkat karena sebagian besar waktu warga Jakarta tidak lagi dihabiskan di jalanan. Bencana banjir pun cepat atau lambat akan mampu teratasi karena proyek penting ini dapat diintegrasikan pula dengan pembangunan sistem drainase kota yang lebih baik.

Karenanya mimpi semacam ini perlu ditindaklanjuti dengan perencanaan matang, sebagaimana terlihat melalui  video bawah ini :


Perencanaan yang matang juga menentukan seberapa padu hal tersebut terhadap latar belakang dari upaya realisasi proyek ini. Hal dimaksud tertuang dalam konsideran Perda Nomor 3 Tahun 2008, bahwa pembangunan perkeretaapian perkotaan MRT harus sesuai dengan kebijakan Pola Transportasi  Makro (PTM).


POLA TRANSPORTASI MAKRO (PTM)
Kebijakan PTM di DKI Jakarta berfokus pada penataan system transportasi dan penanganan kemacetan. Hal ini diselenggarakan demi mengurangi pemborosan  energi, polusi, biaya operasional kendaraan, dan lain-lain. Pola Transportasi ini harus padu satu sama lain, sehingga tiap-tiap program tidak saling tumpang tindih dan bertentangan.

Ada tiga strategi PTM di DKI Jakarta, yakni :

[pertama] Peningkatan Kapasitas Jaringan, yang meliputi upaya pelebaran jalan, pengembangan jaringan jalan, dan pembuatan trotoar.

[Kedua] Pembatasan lalu lintas, yang meliputi upaya pembatasan penggunaan kendaraan bermotor, road pricing (ERP), pengendalian parkir, dan fasilitas park and ride.

Sejumlah upaya dari kedua strategi ini telah akrab di telinga kita dalam beberapa tahun belakangan. Namun tidak akan mencapai hasil maksimal tanpa terwujudnya strategi ketiga, yakni Pengembangan Angkutan Umum Massal, yang diwujudkan melalui penyediaan MRT, LRT dan BRT (busway). Melalui strategi ini masyarakat diberi berbagai macam pilihan moda transportasi yang nyaman dan terintegrasi, sehingga dengan sendirinya dapat meninggalkan kendaraan-kendaraan pribadinya yang menjadi penyumbang terbesar kemacetan Jakarta, untuk beralih menggunakan transportasi umum. 

Kunjungan BNPT dan Densus 88. Hak Cipta : MRT Jakarta.  Sumber : https://jakartamrt.co.id/galeri/kunjungan-bnpt-dan-densus-88/#!jig[1]/ML/6961

Namun perlu diwaspadai jika kebijakan ini memancing tantangan. Salah satunya datang dari moda transportasi lama yang trayeknya terganggung oleh keberadaan moda transportasi modern (baca: MRT). Sebenarnya solusinya mudah, moda transportasi lama direstrukturisasi di mana moda transportasi yang sudah tua dan tidak laik jalan tidak lagi diizinkan mengaspal. Tapi bukan Jakarta namanya jika persoalan se-“mudah” ini pun bisa menjadi batu sandungan yang menghabiskan tenaga dan waktu untuk diselesaikan. Progres yang seharusnya sudah dicapai bisa saja terhambat gara-gara ini.

IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ALA EDWARD III 


Pakar kebijakan publik Edward III, menyebutkan adanya empat faktor/variabel yang menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan, yakni, komunikasi, sumber daya, sikap/disposisi, dan struktur birokrasi. Keempat faktor tersebut harus dilaksanakan secara simultan karena satu sama lain memiliki hubungan yang erat.

Sejauh ini, pengadaan MRT menunjukkan progress yang baik dalam hal sumber daya. Kiprah PT MRT Jakarta sejauh ini berbanding lurus dengan visi-misi pengadaan transportasi MRT sebagai bagian dari prioritas nasional.

Visi MRT Jakarta dimaksud berbunyi :
Menjadi penyedia jasa transportasi publik terdepan yang berkomitmen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan mobilitas, pengurangan kemacetan, dan pengembangan sistem transit perkotaan.
Sedangkan misi MRT Jakarta berbunyi :
Mencapai keunggulan yang berkesinambungan di semua elemen kinerja, melalui:
  • Pengembangan dan pengoperasian jaringan transportasi publik yang aman, terpercaya, dan nyaman;
  • Menghidupkan kembali lingkungan perkotaan melalui pengembangan transit perkotaan ternama; dan,
  • Membangun reputasi sebagai perusahaan pilihan dengan melibatkan, menginspirasi, dan memotivasi tenaga kerja kami.

Dalam hal struktur birokrasi, keberadaan MRT Jakarta haruslah bersatu padu dengan moda transportasi yang menjadi rancangan besar pola Transportasi Makro, yakni LRT, TransJakarta, feeder busway, dan lainnya. Ke-satu-padu-an seluruh moda transportasi tersebut amat vital dalam menyokong geliat ibukota yang sangat masif namun terlihat ringkih -- mudah kacau oleh sedikit saja kesalahan tata kelola.

Skema Implementasi Kebijakan Edward III
Namun faktor sikap/disposisi seringkali menjadi persoalan karena setiap orang yang terimbas secara langsung maupun tidak langsung dari kebijakan ini pasti memiliki respons yang berbeda-beda, yang bersifat dukungan ataupun penolakan.

Diperlukan pengelolaan komunikasi yang padu dan terarah sehingga hambatan yang mungkin terjadi akibat sikap/disposisi dapat teratasi demi pemanfaatan sumber daya yang lebih baik, utamanya demi terwujudnya implementasi kebijakan yang mencapai target/sasaran.

KOGNITIF-AFEKTIF-PSIKOMOTORIK

Dalam hal komunikasi, perlu dirancang berbagai pendekatan agar respons bersifat dukungan semakin besar, sementara respons bersifat penolakan semakin terkikis. Penyebaran informasi bersifat kognitif  secara terus menerus dapat menjembatani ini. Para pelaku angkutan umum yang merasa terancam oleh keberadaan MRT, misalnya, perlu dirangkul untuk dicarikan solusi yang lebih baik. Sementara masyarakat  awam perlu diyakinkan melalui penyediaan fasilitas dan pelayanan prima agar tergerak  menggunakan transportasi publik MRT.

Bila perlu, libatkan pula masyarakat dalam berbagai bentuk pengambilan kebijakan yang bersifat publikasi,  misalnya voting dalam hal penentuan desain grafis di badan MRT, dan semacamnya. Dengan cara itu, aspek-aspek pengetahuan afektif dapat tumbuh, lalu mewujud ke dalam  aspek pengetahuan psikomotorik. Jika kondisi ini tercapai,  masyarakat akan tergerak untuk merasa memiliki MRT sebagai bagian dari dirinya, lalu bersama-sama mengambil tanggung jawab dalam memajukan Jakarta.

Dengan begitu, PT MRT Jakarta dan para pemimpi negeri ini bukan lagi  satu-satunya pihak yang akan bekerja keras menjadikan Jakarta lebih baik, tetapi juga masyarakat Jakarta itu sendiri yang akan bekerja bersama #UbahJakarta, sepenuh hati dan sepenuh jiwa.

Aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik  penting dalam penanaman informasi agar masyarakat menggemari moda transportasi publik
Pada saat itulah Jakarta akan menjadi Tomorrowland dalam kehidupan nyata. Jakarta yang indah, bebas macet dan banjir, serta memberi banyak alasan untuk bahagia bagi penghuni dan pelancongnya. Dan saya tidak sabar untuk ikut ambil bagian di dalamnya, bahkan mulai dari sekarang…..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar